Pengertian Kepemimpinan
Kepemimpinan
termasuk ke dalam suatu kerjasama yang didasarkan kepada kemampuan orang tersebut.
Pengertian kepemimpinan yang diartikan oleh para ahli diantaranya:
1. Tead;
Terry; Hoyt (dalam Kartono, 2003). Kepemimpinan yaitu kegiatan atau seni
mempengaruhi orang lain agar mau bekerjasama yang didasarkan pada kemampuan
orang tersebut untuk membimbing orang lain dalam mencapai tujuan-tujuan yang
diinginkan kelompok.
2. Young
(dalam Kartono, 2003). Kepemimpinan yaitu bentuk dominasi yang didasari atas
kemampuan pribadi yang sanggup mendorong atau mengajak orang lain untuk berbuat
sesuatu yang berdasarkan penerimaan oleh kelompoknya dan memiliki keahlian
khusus yang tepat bagi situasi yang khusus.
3. Moejiono
(2002). Kepemimpinan sebenarnya sebagai akibat
pengaruh satu arah, karena pemimpin mungkin memiliki kualitas tertentu yang
membedakan dirinya dengan pengikutnya. Para ahli teori sukarela (compliance
induction theorist) cenderung memandang kepemimpinan sebagai pemaksaan atau
pendesakan pengaruh secara tidak langsung dan sebagai sarana untuk membentuk
kelompok sesuai dengan keinginan pemimpin.
Dari
beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan merupakan
kemampuan untuk mempengaruhi dan mengarahkan tingkah laku orang lain, bawahan
atau kelompok. Serta memiliki keahlian khusus dalam bidang yang diinginkan oleh
kelompoknya untuk mencapai tujuan organisasi atau kelompok tersebut.
Gaya-gaya Kepemimpinan
Ada
enam gaya kepemimpinan yang diakui keberadaannya secara luas. Yaitu:
1. Gaya
Otokratis
Pemimpin
yang otokratis adalah pemimpin yang menganggap organisasi sebagai milik
pribadi. Menyamakan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi. Menganggap bawahan
semata-mata sebagai alat. Tidak mau menerima kritik, saran, dan pendapat. Terlalu
bergantung kepada kekuasaan formalnya. Dalam tindakan penggerakannya sering
mempergunakan pendekatan yang mengandung unsur paksaan dan punitif (bersifat
menghukum).
2. Gaya
Militeristis
Pemimpin
yang bertipe militeristis adalah seorang pemimpin yang sering mempergunakan
sistem perintah dalam menggerakkan bawahannya. Senang bergantung pada pangkat
dan jabatan dalam menggerakkan bawahannya. Senang kepada formalitas yang
berlebih-lebihan. Menuntut disiplin yang tinggi dan kaku dari bawahan. Sukar menerima
kritikkan dari bawahan. Menggemari upacara-upacara untuk berbagai acara dan
keadaan.
3. Gaya
Paternalistis
Seorang
pemimpin yang menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak dewasa. Bersikap
terlalu melindungi. Jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil
keputusan, berinisiatif, serta mengembangkan daya kreasi dan fantasinya. Sering
bersikap maha tahu.
4. Gaya
Kharismatis
Hingga
kini para pakar belum berhasil menemukan sebab- sebab mengapa seorang pemimpin
memiliki kharisma, yang diketahui adalah bahwa pemimpin yang demikian mempunyai
daya tarik yang amat besar dan pada umumnya mempunyai pengikut yang jumlahnya
sangat besar. Karena kurangnya pengetahuan tentang sebab musabab seorang
menjadi pemimpin yang kharismatis, maka sering dikatakan bahwa pemimpin yang
demikian diberkahi dengan kekuatan gaib (supernatural powers).
Kelebihan gaya kepemimpinan kharismatis ini adalah mampu
menarik orang. Mereka terpesona dengan cara berbicaranya yang membangkitkan
semangat. Biasanya pemimpin dengan gaya kepribadian ini visionaris. Mereka
sangat menyenangi perubahan dan tantangan.
Kelemahan terbesar gaya kepemimpinan ini bisa dianalogikan
dengan peribahasa tong kosong nyaring bunyinya. Mereka mampu menarik orang
untuk datang kepada mereka. Setelah beberapa lama, massa yang datang ini akan kecewa
karena ketidak-konsisten-an. Apa yang diucapkan ternyata tidak dilakukan.
Ketika diminta pertanggungjawabannya, si pemimpin akan memberikan alasan,
permintaan maaf, dan janji.
5. Gaya
Kepemimpinan Bebas (Laissez Faire)
Seorang
pemimpin yang memiliki peranan pasif dan membiarkan organisasi berjalan dengan
sendirinya, yang tidak terlalu sering melakukan intervensi dalam kehidupan
organisasional. Dalam memimpin organisasi biasanya mempunyai sikap yang
permisif, dalam arti para anggota organisasi boleh bertindak sesuai dengan
keyakinan dan hati nurani asalkan kepentingan bersama tetap terjaga dan tujuan
organisai tetap tercapai. Organisasi akan berjalan lancar dengan sendirinya
karena para anggota organisasi terdiri dari orang- orang yang sudah dewasa yang
mengetahui apa yang menjadi tujuan organisasi, sasaran yang dicapai, dan tugas
yang harus dilaksanakan oleh masing-masing anggota. Pemimpin jenis ini hanya terlibat dalam kuantitas yang
kecil dimana para bawahannya yang secara aktif menentukan tujuan dan
penyelesaian masalah yang dihadapi.
6. Gaya
Kepemimpinan Demokratis
Gaya pemimpin yang memberikan wewenang secara luas kepada
para bawahan. Setiap ada permasalahan selalu mengikutsertakan bawahan sebagai
suatu tim yang utuh. Dalam gaya kepemimpinan demokratis pemimpin memberikan
banyak informasi tentang tugas serta tanggung jawab para bawahannya.
Pemimpin
ini selalu berusaha mensinkronisasikan kepentingan dan tujuan organisasi dengan
kepentingan dan tujuan pribadi dari para bawahannya. Senang menerima saran,
pendapat bahkan kritik dari bawahannya. Selalu berusaha untuk menjadikan bawahannya
lebih sukses dari padanya. Selalu berusaha mengutamakan kerjasama dan kerja tim
dalam usaha mencapai tujuan. Berusaha mengembangkan kapasitas diri pribadinya
sebagai pemimpin. Para bawahannya dilibatkan secara aktif dalam menentukan nasib
sendiri melalui peran sertanya dalam proses pengambilan keputusan.
Teori-teori Kepemimpinan
1. Teori
Sifat
Teori
ini bertolak dari dasar pemikiran bahwa keberhasilan seorang pemimpin
ditentukan oleh sifat, perangai, atau ciri-ciri yang dimiliki pemimpin itu.
Atas dasar pemikiran tersebut timbul anggapan bahwa untuk menjadi seorang
pemimpin yang berhasil, sangat ditentukan oleh kemampuan pribadi pemimpin. Dan
kemampuan pribadi yang dimaksud adalah kualitas seseorang dengan berbagai sifat,
perangai, atau ciri-ciri di dalamnya. Ciri-ciri ideal yang perlu dimiliki
pemimpin menurut Sondang P Siagian (1994:75-76) adalah:
a. Pengetahuan
umum yang luas, daya ingat yang kuat, rasionalitas, obyektivitas, pragmatisme, fleksibilitas,
adaptabilitas, dan orientasi masa depan.
b. Sifat
inkuisitif, rasa tepat waktu, rasa kohesi yang tinggi, naluri relevansi,
keteladanan, ketegasan, keberanian, sikap yang antisipatif, kesediaan menjadi
pendengar yang baik, dan kapasitas integratif.
c. Kemampuan
untuk bertumbuh dan berkembang, analitik, menentukan skala prioritas,
membedakan yang urgent dan yang penting, keterampilan mendidik, dan
berkomunikasi secara efektif.
Walaupun
teori sifat memiliki berbagai kelemahan (antara lain terlalu bersifat
deskriptif, tidak selalu ada relevansi antara sifat yang dianggap unggul dengan
efektivitas kepemimpinan) dan dianggap sebagai teori yang sudah kuno, namun
apabila kita renungkan nilai-nilai moral dan akhlak yang terkandung didalamnya
mengenai berbagai rumusan sifat, ciri, atau perangai pemimpin; justru sangat
diperlukan oleh kepemimpinan yang menerapkan prinsip keteladanan.
2. Teori
Perilaku
Dasar
pemikiran teori ini adalah kepemimpinan merupakan perilaku seorang individu
ketika melakukan kegiatan pengarahan suatu kelompok ke arah pencapaian tujuan.
Dalam hal ini, pemimpin mempunyai deskripsi perilaku:
a. Konsiderasi
dan Struktur Inisiasi
Perilaku
seorang pemimpin yang cenderung mementingkan bawahan memiliki ciri ramah
tamah, mau berkonsultasi, mendukung, membela, mendengarkan, menerima usul, dan
memikirkan kesejahteraan bawahan serta memperlakukannya setingkat dirinya. Di
samping itu terdapat pula kecenderungan perilaku pemimpin yang lebih
mementingkan tugas organisasi.
b. Berorientasi
kepada Bawahan dan Produksi
Perilaku
pemimpin yang berorientasi kepada bawahan ditandai oleh penekanan pada hubungan
atasan - bawahan, perhatian pribadi pemimpin pada pemuasan kebutuhan bawahan
serta menerima perbedaan kepribadian, kemampuan dan perilaku bawahan.
Sedangkan
perilaku pemimpin yang berorientasi pada produksi memiliki kecenderungan
penekanan pada segi teknis pekerjaan, pengutamaan penyelenggaraan, dan
penyelesaian tugas serta pencapaian tujuan.
Pada
sisi lain, perilaku pemimpin menurut model leadership continuum pada dasarnya
ada dua yaitu berorientasi kepada pemimpin dan bawahan. Sedangkan berdasarkan
model grafik kepemimpinan, perilaku setiap pemimpin dapat diukur melalui dua
dimensi yaitu perhatiannya terhadap hasil atau tugas dan terhadap bawahan atau hubungan
kerja.
Kecenderungan
perilaku pemimpin pada hakikatnya tidak dapat dilepaskan dari masalah fungsi
dan gaya kepemimpinan (JAF.Stoner, 1978:442-443).
3. Teori
Situasional
Keberhasilan
seorang pemimpin menurut teori situasional ditentukan oleh ciri kepemimpinan
dengan perilaku tertentu yang disesuaikan dengan tuntutan situasi kepemimpinan
dan situasi organisasional yang dihadapi dengan memperhitungkan faktor waktu
dan ruang. Faktor situasional yang berpengaruh terhadap gaya kepemimpinan
tertentu menurut Sondang P. Siagian (1994:129) adalah:
a. Jenis
pekerjaan dan kompleksitas tugas
b. Bentuk
dan sifat teknologi yang digunakan
c. Persepsi,
sikap dan gaya kepemimpinan
d. Norma
yang dianut kelompok
e. Rentang
kendali
f. Ancaman
dari luar organisasi
g. Tingkat
stress
h. Iklim
yang terdapat dalam organisasi
Efektivitas
kepemimpinan seseorang ditentukan oleh kemampuan membaca situasi yang dihadapi
dan menyesuaikan gaya kepemimpinannya agar cocok dan mampu memenuhi tuntutan
situasi tersebut. Penyesuaian gaya kepemimpinan dimaksud adalah kemampuan
menentukan ciri kepemimpinan dan perilaku karena tuntutan situasi tertentu.
Sehubungan dengan hal tersebut berkembanglah model-model kepemimpinan berikut:
a. Model
Kontinuum Otokratik-Demokratik
Gaya
dan perilaku kepemimpinan tertentu selain berhubungan dengan situasi dan
kondisi yang dihadapi, juga berkaitan dengan fungsi kepemimpinan tertentu yang
harus diselenggarakan. Contoh: dalam hal pengambilan keputusan, pemimpin
bergaya otokratik akan mengambil keputusan sendiri, ciri kepemimpinan yang
menonjol ketegasan disertai perilaku yang berorientasi pada penyelesaian
tugas.Sedangkan pemimpin bergaya demokratik akan mengajak bawahannya untuk
berpartisipasi. Ciri kepemimpinan yang menonjol di sini adalah menjadi
pendengar yang baik disertai perilaku memberikan perhatian pada
kepentingan dan kebutuhan bawahan.
b. Model
Interaksi Atasan – Bawahan
Menurut
model ini, efektivitas kepemimpinan seseorang tergantung pada interaksi yang
terjadi antara pemimpin dan bawahannya serta sejauh mana interaksi tersebut
mempengaruhi perilaku pemimpin yang bersangkutan.
Seorang
akan menjadi pemimpin yang efektif apabila hubungan atasan dan bawahan
dikategorikan baik, tugas yang harus dikerjakan bawahan disusun pada tingkat
struktur yang tinggi, dan posisi kewenangan pemimpin tergolong kuat.
c. Model
Situasional
Model
ini menekankan bahwa efektivitas kepemimpinan seseorang tergantung pada
pemilihan gaya kepemimpinan yang tepat untuk menghadapi situasi tertentu dan
tingkat kematangan jiwa bawahan. Dimensi kepemimpinan yang digunakan dalam
model ini adalah perilaku pemimpin yang berkaitan dengan tugas kepemimpinannya
dan hubungan atasan - bawahan. Berdasarkan dimensi tersebut, gaya kepemimpinan
yang dapat digunakan adalah memberitahukan, menjual, mengajak bawahan berperan
serta, dan melakukan pendelegasian.
d. Model
Jalan - Tujuan
Seorang
pemimpin yang efektif menurut model ini adalah pemimpin yang mampu menunjukkan
jalan yang dapat ditempuh bawahan. Salah satu mekanisme untuk mewujudkan hal
tersebut yaitu kejelasan tugas yang harus dilakukan bawahan dan perhatian
pemimpin kepada kepentingan dan kebutuhan bawahannya. Perilaku pemimpin
berkaitan dengan hal tersebut harus merupakan faktor motivasional
bagi bawahannya.
e. Model
Pimpinan - Peran serta Bawahan
Perhatian
utama model ini adalah perilaku pemimpin dikaitkan dengan proses pengambilan
keputusan. Perilaku pemimpin perlu disesuaikan dengan struktur tugas yang harus
diselesaikan oleh bawahannya.
Salah
satu syarat penting untuk paradigma tersebut adalah adanya serangkaian
ketentuan yang harus ditaati oleh bawahan dalam menentukan bentuk dan tingkat
peran serta bawahan dalam pengambilan keputusan. Bentuk dan tingkat peran serta
bawahan tersebut “didiktekan” oleh situasi yang dihadapi dan masalah yang ingin
dipecahkan melalui proses pengambilan keputusan.
Contoh Kepemimpinan di
Lingkungan Sekitar
Contoh yang diambil berikut ini adalah
contoh kepemimpinan dalam keluarga.
1. Ayah
Seorang ayah yang berperan sebagai pemimpin keluarga
berusaha untuk mengontrol dan membimbing seluruh keluarganya sesuai apa yang
diinginkan olehnya. Pada umumnya, kepemimpinan seorang ayah dalam keluarga menggunakan
cara memimpin yang bergaya kharismatik, sehingga anak – anaknya melihat sosok
ayah sebagai sosok yang berkharisma dan patut untuk dicontoh. Dalam hal ini
seluruh konteks mendidik dan mengembangkan potensi anak dapat dilakukan.
2. Kakak
Kepemimpinan kakak dalam keluarga hampir sama seperti
ayah dan ibu, hanya saja kakak hanya bisa mengatur adik-adiknya dalam hal
membantu keluarga atau orang-orang di rumah. Tipe atau gaya kepemimpinan yang
kakak lakukan bersifat demokratis karena selalu berusaha untuk menjadikan
adik-adiknya menjadi yang lebih baik lagi.
Seperti yang diketahui, pemimpin yang bersifat demokratis
ikut berbaur di tengah anggota kelompoknya. Dalam tindakan dan usaha – usahanya
dia selalu berpangkal kepada kepentingan dan kebutuhan kelompoknya, dan
mempertimbangkan kesanggupan serta kemampuan kelompoknya. Dalam melaksanalan
tugasnya, dia mau menerima dan bahkan mengharapkan pendapat serta saran dari
kelompoknya. Dia mempunyai kepercayaan pula pada anggotanya bahwa mereka
mempunyai kesanggupan bekerja dengan baik dan bertanggung jawab. Dia selalu
berusaha membangun semangat anggota kelompok dalam menjalankan dan
mengembangkan daya kerjanya dengan cara memupuk rasa kekeluargaan dan
persatuan. Di samping itu, dia juga memberi kesempatan kepada anggota
kelompoknya agar mempunyai kecakapan memimpin dengan jalan mendelegasikan
sebagian kekuasaan dan tanggung jawabnya.
Karena pemimpin tipe kepemimpinan demokratis memberikan
kesempatan dan hak yang seluas-luasnya kepada para stafnya, maka mereka
memiliki banyak sekali pendapat yang berbeda. Sehingga pemimpin
sulit menentukan pendapat yang sesuai dengan anggota yang tidak menyetujui
kesepakatan forum yang ada. Maka terkadang terjadi suatu konflik atau perdebatan antara
anggota forum dengan sehingga proses pengambilan keputusan akan memakan
waktu yang lebih banyak serta sulitnya pencapaian kesepakatan. Ada pula kecenderungan
menghasilkan keputusan yang disukai daripada keputusan yang tepat. Itulah
kekurangan dari kepemimpinan demokratis.
Sedangkan kelebihan gaya kepemimpinan demokratis
dapat menampung aspirasi dan keinginan bawahan sehingga dapat menumbuhkan rasa
memiliki terhadap organisasi pada umumnya dan pekerjaan pada khususnya.
Kelemahan gaya kepemimpinan yang demokratis.
Sumber Referensi
Komentar
Posting Komentar