Genre Film :
Adventure, Animation, Family, Romance, Sci-Fi
Durasi : 98 Menit
Tanggal Rilis :
13 Agustus 2008
Sutradara : Andrew Stanton
Produser : Jim Morris
Penulis Skenario : Andrew Stanton dan Pete Docter
Studio Produksi : Pixar Animation Studios
Distributor : Walt Disney Pictures
Pengisi Suara : Ben Burtt (Wall-E), Elissa knight
(Eve), MacIn Talk(Auto), Jeff Garlin (Captain)
Film bertemakan masa
depan rasanya sangat asik untuk diikuti. Sebagai penonton yang hidup di era
ini, pasti ikut membayangkan bagaimana seandainya hidup di masa depan yang
penuh dengan kecanggihan teknologi, design bangunan dan mobil yang futuristik,
dan sebagainya. Tapi, kita tidak pernah tahu bagaimana suasana di masa depan
itu sendiri. Bisa saja indah dengan deskripsi di atas atau malah penuh dengan
kehancuran. Film animasi Pixar yang disutradarai Andrew Stanton ini mengajak
kita untuk menjelajahi masa depan yang jauh dari pemikiran banyak orang.
Sinopsis
Di masa depan, bumi
begitu sepi, tandus, panas, dan penuh dengan berbagai macam sampah. Semua
sampah yang menutupi bumi adalah sampah-sampah
non-organik seperti benda-benda logam. Bahkan, langit tampak gelap karena penuh
dengan sampah satelit yang berserakan. Di antara suasana sepi tadi, sering
terdengar suara nyanyian dari musik yang dimainkan oleh Wall-E (Ben Burtt),
sebuah robot tipe lama yang dibuat oleh perusahaan Buy N Large, sebagai robot scrap/pengolah
benda rongsokan. Dari semua robot Wall-E yang pernah ada, hanya tersisa 1 dan
dia masih bisa tetap bertahan dalam mengolah benda-benda rongsokan dengan
ditemani sahabat setianya, seekor kecoa. Setiap sampah logam yang ada di atas
bumi, dia press menjadi bentuk-bentuk kubus dan menumpuknya setinggi
pencakar langit.
Sesekali, Wall-E
menemukan benda-benda lama ketika dia dalam proses pengumpulan sampah, seperti
video yang di dalamnya berisikan 2 pasangan yang menari begitu bahagia. Meski
Wall-E hanya sebuah robot, tapi dari gesture-nya, dia nampak sekali meresapi
apa yang dia lihat, seolah-olah dia merindukan seorang pasangan yang siap
menemani hari-harinya. Keadaan bumi di masa depan sendiri tidaklah bersahabat,
terkadang badai pasir tiba-tiba datang dan menyapu semua yang dilewatinya. Dalam
keadaan seperti itu, Wall-E hanya bisa bersembunyi di balik tempat rahasianya
yang di dalamnya banyak benda-benda berharga yang selalu disimpannya termasuk
suku cadang.
Suatu ketika,
datanglah pesawat asing dari luar angkasa. Pesawat tersebut kemudian menurunkan
sebuah kapsul putih, yang tak lain sebuah robot. Robot putih tadi lalu pergi
mengitari dari satu tempat ke tempat lain untuk mencari sesuatu. Wall-E yang
merasa tertarik dengan robot putih tadi mencoba untuk mendekatinya meski selalu
direspon kurang baik. Badai pun datang dan Wall-E berusaha meyakinkan robot
putih tadi untuk bersembunyi. Diajaknya robot putih tadi ke dalam
persembunyiannya dan dia tunjukkan semua benda yang dia simpan. Mereka kemudian
semakin akrab dan robot putih tadi pun memperkenalkan dirinya, Eve (Elissa
Knight). Kemudian, Eve yang lebih canggih dan superior dari Wall-E itu
tiba-tiba merespon aneh pada salah satu benda yang disimpan oleh Wall-E, yaitu
pohon kecil yang tumbuh di sepatu boot tua. Secara otomatis, tubuh Eve kemudian
menyimpan pohon kecil tadi dalam tubuhnya lalu diapun hypersleep hingga
pesawat induk datang dan menjemputnya. Tidak tinggal diam, Wall-E kemudian
mengikuti Eve dengan menggantung pada pesawat tadi. Berhasilkah Wall-E
mengikuti Eve? Dan kemana kah pesawat tersebut pergi?
Tanggapan
Dalam ukuran film
animasi, Wall-E bisa dikatakan mendekati masterpiece. Hampir semua aspek
memiliki nilai keistimewaannya, meliputi storyline hingga grafis.
Sangat berbeda dengan animasi buatan Pixar sebelumnya hingga selanjutnya. Apa
yang membuat Wall E begitu mencolok adalah minimnya dialog di bagian pembukaan
hingga sekitar menit ke 40. Kita akan disajikan pemandangan yang sangat
‘tragis’ dari masa depan bumi. Sangat berbeda dengan apa yang sering kita lihat
dari film-film bertemakan masa depan lainnya yang sering menampilkan megahnya
bangunan-bangunan futuristik. Pada saat itu, bumi sudah benar-benar kehabisan
sumber daya. Sampah, panas, dan berdebu membuat bumi sudah tidak layak untuk
ditempati lagi. Maka, manusia pun pindah untuk mencari tempat baru. Air dan
pepohonan pun sudah “punah”. Dalam keadaan tersebut sudah pasti manusia tidak
bisa bertahan.
Wall-E adalah robot scrap yang
tiada hentinya bekerja semenjak dia diprogram untuk pertama kalinya. Bahkan, semua
robot jenis Wall-E lainnya sudah hancur termakan zaman, dan hanya tersisa satu
yang tidak pernah berhenti mengumpulkan sampah-sampah logam itu. Wall-E memang
robot yang lebih dari sekedar canggih, jika kita melihatnya dari sudut pandang
era sekarang. Atau mungkin dia memang sudah dilengkapi dengan Artificial
Intelligence (kecerdasan buatan). Pada beberapa momen memang ditampilkan
bahwa Wall-E seolah-olah memiliki perasaan seperti manusia. Terlihat dari
caranya melihat seorang pria dan wanita bergandengan tangan di sebuah video
yang dia simpan. Maka, dengan kedatangan Eve, Wall-E berencana untuk mencoba
apa yang dirasakan oleh manusia, bergandengan tangan dan merasakan kehangatan.
Beda Wall-E beda Eve.
Dia dibuat jauh lebih canggih dan maju dibandingkan Wall E. Manusia yang ketika
itu berada di suatu tempat di antara bintang-bintang telah mengembangkan banyak
teknologi baru dan salah satu buatannya adalah Eve itu sendiri. Tidak bisa
dipungkiri memang bila pada saatnya manusia akan pulang ke ‘kampung halamannya’.
Secanggih apapun manusia di luar sana, pasti ada alasan mengapa mereka harus
kembali ke bumi, meski sebelumnya sudah tahu dengan apa yang terjadi pada bumi.
Itulah tujuannya sebenarnya mengapa Eve mengambil pohon milik Wall-E, yang mana
merupakan benda organik yang sudah punah dari muka bumi. Para manusia berharap,
dengan pohon tadi mereka bisa kembali menghijaukan bumi dan menempati kembali
apa yang telah para nenek moyang tinggalkan.
Pengangkatan isu dari
dampak global warming dalam Wall-E adalah hal yang sangat bagus
sekali. Berbeda dengan The Lorax (2012), meski mengangkat tema sama,
tapi cenderung membosankan dalam pengemasannya. Sudah banyak memang
film-film yang mengangkat tema dissaster di mana manusia pergi
mencari lokasi baru di luar bumi. Tapi ada bagian yang mereka lupakan yaitu
sejauh apapun manusia pergi ke luar angkasa, pasti ada perasaan rindu mendalam
di tanah kelahiran, bumi. Itulah bagian yang sering film lain lupakan, dan
Wall-E telah melebihi ekspektasi saya dengan menambahkan ‘kerinduan’ tadi.
Itulah unsur humanisme yang sangat jarang diangkat ke dalam film science
fiction.
Berbicara mengenai
science fiction sendiri, tidak ada salahnya bila mengungkap fakta menarik dalam
Wall-E. Jika Anda pernah menonton film science fiction yang berjudul 2001 : A
Space Odyssey (1968) karya sutradara besar Stanley Kubrick, maka Anda tahu yang
saya maksud. 2 musik yang menjadi soundtrack dalam 2001, The Blue Danube dan
Also Sprach Zarathustra kembali dimunculkan di sini. Tidak hanya itu,
penampakan komputer dengan kecerdasan buatan yang bernama Auto di sini,
didasarkan pada bentuk HAL9000 dalam 2001, lengkap dengan ‘pemberontakannya’.
Sebenarnya ini bukan hal baru bagi Pixar yang mencoba menampilkan fitur-fitur
dari film buatan Kubrick. Sebelumnya, di Toy Story 2 (1999) pernah ditampilkan
pula design karpet yang khas dan serupa pada film besutan Kubrick lainnya, The
Shining (1980).
Secara keseluruhan,
Wall-E benar-benar sebuah sajian yang heartwarming dan cerdas. Meski
minim dengan komedi, tapi Wall-E mampu membuktikan bahwa keminimannya tadi
melebihi film-film animasi lain yang meski banyak komedi, tapi ‘garing’ dalam
penyampaian.
Kesimpulan
Dari film Wall-E,
saya dapat simpulkan bahwa kehidupan manusia sangat dipengaruhi teknologi yang
sangat praktis. Coba lihat siapa yang tidak mau hidup secara instan dan enak.
Karena hidup ingin serba instan manusia menjadi “malas”. Tetapi mereka tidak
tau efek jangka panjang akibat terlalu dimanjakan teknologi. Contoh dari
kehidupan kita yaitu dirumah anda memilki tv, tv tersebut dilengkapi dengan
sebuah remote yang berfungsi untuk memberikan kemudahan kepada kita, untuk
dapat mengganti channel tanpa harus menekan tombol yang tersedia di TV tersebut
itu akan membuat anda malas dari hal-hal yang kecil.
Pelajaran kedua dari film ini adalah dilarang membuang sampah sembarangan. Karena dengan membuang sampah sembarangan dapat membuat bumi menjadi semakin kotor dan akan berakibat seperti pada film ini. Maka, jagalah bumi kita dengan baik agar bumi kita tetap bersih dan mampu bertahan lebih lama umurnya dengan selalu menjaga kebersihan, tidak membuang sampah sembarangan, dan lain-lain.
Jadi mulai sekarang
janganlah hidup secara instan saja. Tetapi juga diperlukan kerja keras. Jangan
mau kita dimanjakan dengan teknologi, karena itu akan membuat kita malas dan
akan berakibat fatal di masa depan.
Referensi:
http://iza-anwar.blogspot.co.id/2015/05/wall-e-2008.html
Komentar
Posting Komentar